JOURNAL

Senin, 10 Oktober 2016

Untuk perempuan yang sedang dalam pelukan

untuk perempuan yang sedang dalam pelukan

Musik dan lagu sering jadi jalan yang paling ampuh untuk saya salurkan rasa, cerita dan banyak bentuk emosi. Tapi tidak semua jenis musik, tidak semua barisan lirik lagu. Ada kesukaan tertentu yang dinamakan selera. Kadang faktor siapa si penyanyi dan genre. Kalau sudah suka, lagu apapun yang dinyanyikan akan saya dengar. Yang jadi favorit kebanyakan karena suatu momen. Ada kenangan saat lagu itu saya dengarkan. Baik sendiri, atau bersama orang lain. Yang seperti ini biasanya awet. Tidak peduli waktu berlalu berpuluh-puluh tahun. Lagu ini akan langgeng dalam daftar putar lagu kesukaan.

Payung Teduh. Tak pernah saya dengar nama ini sebelumnya. Nama yang tak biasa. Ada kesan mellow tiap dua kata dalam nama itu saya baca. Seperti nama-nama grup band yang biasa bernyanyi lagu-lagu melayu yang mendayu-dayu. Tapi saya keliru, Payung Teduh tidak bernyanyi lagu seperti itu. Ada nuansa jazz bercampur keroncong. Unik. Rasanya tak ingin berakhir mendengarnya. Jika berakhir, saya ulang dengar lagi. Sampai lelah. Sampai tertidur.

Tahun lalu bulan November 2015, pertama kali saya tahu dan dengar lagu Payung Teduh dari youtube yang di-share seseorang. Vokalisnya adalah seorang pria berambut keriting panjang melebihi bahu. Wajahnya banyak menunduk menatap gitar yang dipetik. Penampilannya mengingatkan saya pada seorang seniman jalanan yang saya kenal di Bandung 15 tahun lalu di daerah Kiaracondong. 

Ada sederet lagu Payung Teduh yang saya temukan di Youtube. Semua saya dengar dan videonya saya tonton. Paling suka dengan lagu yang satu ini:
Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan

Tak terasa gelap pun jatuh
Diujung malam menuju pagi yang dingin
Hanya ada sedikit bintang malam ini
Mungkin karena kau sedang cantik-cantiknya
Lalu mataku merasa malu
Semakin dalam ia malu kali ini
Kadang juga ia takut
Tatkala harus berpapasan ditengah pelariannya
Di malam hari
Menuju pagi
Sedikit cemas
Banyak rindunya

Liriknya memang pendek. Tapi bagi saya, lagu ini bagai dicipta dalam-dalam, di ceruk keheningan di lembah terindah ruang hati. Alunan petikan gitar yang menggetarkan, membingkai semua keindahan lagu, memerangkap jiwa dalam kehidupan lain yang tak terceritakan. 

Plato berkata, “Music gives a soul to the universe, wings to the mind, flight to the imagination and life to everything."

Ini memang bukan sekedar lagu favorit. Selalu ada sebuah alasan. Alasan itu bisa se-sederhana sekaligus se-kompleks sebuah kenangan. Kenangan, sesuatu yang absurd, tapi itu pernah ada, dan dialami. Pahit atau manis. Baik atau pun buruk. Belajar dari sana, tentang mengenal siapa diri, apa yang disuka, dan apa yang tidak. Kompleks.

Pada suatu ketika saya ke salon (daerah BSD), mengantar anak potong rambut. Dalam hening suasana salon, namun para pekerja tetap sibuk dengan para pelanggan, terdengar musik Payung Teduh mengalun syahdu. Saya terpaku di pojok ruang tunggu, mendengarkan dalam diam, sambil memintal sebuah cerita dari waktu ke waktu.

"Behind every favorite song there is an untold story"

2 komentar: